Rangkaian
hidrolik
Sebuah
diagram rangkaian hidrolik akan menunjukkan bagaimana sebuah rangkaian hidrolik
itu disusun atau dibangun.
Setiap bagian dari sebuah rangkaian hidrolik akan
digambarkan sebagai simbol (lambang) dan akan dihubungkan satu dengan lainnya
sesuai dengan perencanaan atau design yang diinginkan. Pipa-pipa penghubung
antara satu bagian dengan bagian lainnya akan digambarkan sebagai sebuah garis.
Tahap-tahap fungsi masing-masing bagian dari sebuah
sistem hidrolik dapat dilihat dari diagram rangkaian hidroliknya (circuit
diagram). Biasanya juga tersedia daftar langkah kerja setiap bagian dari
rangkaian hidrolik tersebut, sehingga dengan mudah dapat diketahui waktu kerja
dari setiap bagian dengan tepat.
Kalau diperhatikan dari beberapa diagram rangkaian
hidrolik, maka akan dijumpai bermacam-macam variasi langkah kerja (switching
sequences) sebuah rangkaian hidrolik. Ini adalah bagian dari pengembangan
pemakaian sistem hidrolik.
1. Sistem Hidrolik Sederhana (Simple Hydraulic System)
Gambar
berikut ini adalah sebuah rangkaian hidrolik yang sangat sederhana. Sebuah
pompa (no.1), yang mempunyai kapasitas pemompaan yang tetap, menghisap fluida
dari sebuah tanki reservoir dan mengirimkan fluida tersebut keseluruh rangkaian
hidrolik. Pada posisi netral katup pengatur manual (manually directional
control valve, no.4), fluida hidrolik akan bersirkulasi bebas tanpa bertekanan
dari pompa kembali ke tanki reservoir. Adanya dua buah pegas pada sisi kiri dan
kanan katup pengatur, memaksa katup pengatur berada pada posisi netral.
Apabila katup pengatur (no.4) digerakkan kekanan (pada
posisi panah yang sejajar), maka fluida akan masuk kedalam ruangan piston dari
silinder (no.5). Maka piston rod akan bergerak keluar atau kekanan.
Kecepatan gerak piston rod tergantung pada aliran dari
pompa dan ukuran dari piston (luasan penampang piston).
Gaya yang terjadi pada piston rod, tergantung pada
luasan penampang piston dan tekanan kerja
sistem. Tekanan kerja sistem maksimum dan pembebanan
sistem hidrolik dapat diatur pada katup pengatur tekanan (pressure relief valve
no.3).
Tekanan sesungguhnya yang tersedia untuk mengatasi
tahanan yang harus diatasi dapat dibaca pada alat pengukur tekanan (pressure
gauge no.6).
2. Sistem hidrolik dengan katup pengatur arah yang
dihubungkan seri
Apabila
pada sistem hidrolik sederhana, yang telah dibicarakan sebelumnya, ditambahkan
satu atau lebih katup-katup pengatur, maka ada satu sistem yang disebut dengan "series
switching sequence". Sistem ini adalah sistem yang menghubungkan
saluran kembali (ke tanki) pada katup pengatur pertama kepada saluran masuk
katup pengatur kedua.
Gambar 2. Sistem hidrolik
dengan katup pengatur arah seri
Perlu
diperhatikan disini, bahwa sistem ini kerjanya sangat terbatas. Yang
dimaksudkan dengan sangat terbatas disini adalah, bahwa silinder-silinder harus
bekerja bergantian, karena katup-katup pengaturpun harus bekerja bergantian.
Kalau beroperasi bersama-sama maka gerakan dari masing-masing silinder akan
kacau, karena tekanan dan kecepatan fluida terganggu.
3. Sistem hidrolik paralel dengan beberapa katup
pengatur arah.
Sebuah
variable displacement pump (no.1), dimana kapasitas pemompaannya bisa diatur
oleh sebuah motor pengatur (no.2), menghisap fluida dari tanki dan
mengirimkannya kepada sistem hidrolik yang dihubungkan dengan pompa tersebut.
Saluran ini terbagi menjadi tiga cabang, dimana
silinder-silinder 8, 9 dan 10 akan dilayani oleh katup-katup pengatur 5, 6 dan
7.
Katup-katup pengatur dan silinder-silinder dihubungkan
secara parallel. Pada contoh gambar diatas, katup 5 dan katup 6 mempunyai port
P, port A, Port B dan port T, dimana masing-masing katup adalah pada kedudukan
netral. Katup pengatur 7 mempunyai port P dimana kedudukan katup adalah pada
posisi kanan.
Sistem tekanan yang diatur pada katup pengatur tekanan
(pilot operated valve no.3), sangat membantu kerja katup pengatur.
Dengan menekan tombol dari katup pengatur arah 3/2
(no.4), tekanan kerja didalam rangkaian hidrolik dapat dibaca pada alat
pengukur tekanan.
Sebuah double acting telescopic cylinder 8, sebuah differential cylinder 9 yang dilengkapi dengan sebuah constant cushioning pada bagian pistonnya, dan sebuah silinder tunggal berpegas balik 10 adalah silinder-silinder yang akan dioperasikan pada rangkaian ini. Sistem hubungan parallel ini memungkinkan bergeraknya (bekerjanya) beberapa silinder pada saat yang bersamaan. Inipun kalau kapasitas fluida dan tekanan fluida yang dipompakan kedalam sistem ini mencukupi. Kalau kebutuhan tekanan dan kapasitas fluida kerja tidak tercukupi maka kerja dari silinder-silinder tersebut akan bekerja berdasarkan tekanan fluida dan kapasitas fluida yang ada. Ini berarati bahwa silinder dengan tekanan kerja yang paling rendah akan bergerak dahulu.
Bila silinder yang pertama ini sampai pada akhir
pergerakannya maka tekanan didalam sistem akan mulai naik lagi sampai pada
tekanan kerja yang dibutuhkan oleh silinder selanjutnya. Oleh sebab itu
silinder-silinder (dalam hal ini piston rodnya) akan bergerak bergantian sesuai
dengan kebutuhan tekanan kerjanya.
4. Sistem hidrolik dengan 3 tingkat pengatur tekanan
Misalkan didalam suatu sistem
hidrolik dibutuhkan tiga tingkat tekanan (misalnya untuk
mengatur kecepatan suatu actuator yang bervariasi), maka
yang dapat dilakukan adalah dengan menghubungkan sistem saluran tertentu dengan
dua buah pengatur tekanan tambahan atau dengan pilot valves.
Pilot operated relief valve (pada gambar no.1)
dihubungkan dengan salah satu atau kedua relief valve 3 dan relief vave 4,
dimana sistem kerja penghubungannya diatur oleh katup pengatur 2.
Apabila katup pengatur arah 2 ini ada pada posisi netral
(ditengah-tengah), maka katup 3 dan katup 4 akan dihubungkan langsung dengan
tanki reservoir. Dimana tekanan sistem hidrolik pada kondisi ini adalah sesuai
dengan tekanan yang diatur oleh katup 1 (pressure relief valve 1). Apabila
katup pengatur tekanan 3 atau katup pengatur tekanan 4 bekerja, yaitu dengan
mengatur katup pengatur arah kekiri atau kekanan maka katup 3 atau katup 4 akan
bekerja bersama-sama dengan katup no 1. Dalam hal ini tekanan sistem akan
mengikuti tekanan yang lebih kecil. Jadi pengaturan
tekanan maksimum harus selalu dilakukan pada katup pengatur tekanan 1, yang
kemudian disusul dengan pengaturan tekanan yang lebih rendah pada katup
pengatur tekanan 3 atau katup pengatur 4.
5. Sistem hidrolik dengan Differential switching
Cylinder
(pengaturan gerak maju dan mundur sebuah actuator dengan
memanfaatkan perbedaan penampang).
Istilah
"differential switching" bukanlah suatu istilah yang baru dalam dunia
hidrolik. Sifat istimewa dari sirkuit ini adalah selalu diisinya bagian piston
no.1 (pada gambar berikut) dengan fluida bertekanan, sedangkan bagian piston
no.2 (pada posisi normal katup pengatur arah 3) akan selalu dihubungkan dengan
tanki reservoir.
Tekanan yang bekerja pada bagian depan dan belakang dari
piston inilah yang membedakan gaya yang bekerja pada masing-masing luasan ini
(luasan annulus dan luasan piston/spool), inilah yang dimaksudkan dengan
"differential switching".
Sistem ini dipakai apabila sistem yang bekerja
membutuhkan gaya clamping hidrolik sedangkan pompa yang dipakai adalah pompa
yang sekecil mungkin.
Bila piston rod bergerak keluar, maka fluida dari bagian
1 akan keluar melalui pipa saluran 4
dan akan masuk bersama dengan aliran fluida yang
dipompakan dari pompa
kedalam bagian spool atau bagian silinder no 2.
Yang perlu diperhatikan adalah gaya yang bekerja pada piston rod maupun gaya yang bekerja pada bagian spool (no.2), sebab tekanan yang bekerja pada rod adalah selisih tekanan antara tekanan yang bekerja pada piston area dengan luasan annulus.
Apabila dipilih perbandingan 1:2 antara luasan annulus
dengan luasan piston, maka keuntungan tambahan yang akan didapatkan adalah
kecepatan maju dan kecepatan kembali dari piston rod yang sama besarnya.
6. Sistem hidrolik dengan double shut-off pada satu
silinder
Apabila
sebuah silinder hidrolik harus dapat bekerja untuk dua arah gerakan (kekiri dan
kekanan) dan bisa berhenti pada suatu posisi gerakan tertentu (mis. setengah
dari seluruh perjalanan lengkap piston rod), maka dibutuhkan dua buah check
valve untuk menahan posisi rod pada posisi yang diinginkan tersebut. Satu
dipasang sebelum saluran
masuk port A, dan yang satu lagi dipasang pada saluran
masuk port B.
Pada posisi katup pengatur seperti terlihat pada diagram
(pada posisi netral), piston rod tidak bisa digerakkan baik kekiri maupun
kekanan, sekalipun diberikan gaya dari luar.
Masing-masing check valve ini dengan rapatnya akan menahan aliran fluida balik, dimana bekerjanya check valve ini tergantung gaya luar yang mempengaruhinya. Apabila gaya luar menekan piston rod kekiri, maka check valve sebelah kiri yang bertugas untuk menahan aliran balik. Demikian pula sebaliknya. Yang perlu diingat adalah, apabila katup pengatur berada pada kedudukan netral maka saluran masuk ke check valve kiri maupun saluran masuk check valve yang kanan harus dihubungkan dengan tanki reservoir, agar tekanan didalam kedua saluran masuk tidak mengganggu kerja spool didalam double check valve.
7. Sistem hidrolik yang dilengkapi
dengan Backpressure valve dan Check valve.
Apabila sebuah beban atau gaya mempengaruhi sebuah
silinder (actuator) secara terus
menerus, maka kedudukan piston rod pada silinder harus
dijaga agar posisinya tidak
berubah dikarenakan kebocoran pada katup pengatur.
Pencegahan pertama adalah dengan memasangkan pilot operated check valve 1 pada
saluran kembali.
Selain check valve 1, sebuah backpressure valve (dimana
katup ini terdiri dari sebuah check valve dan sebuah pressure relief valve yang
dipasang secara parallel) harus pula dipasangkan seperti tertera pada gambar
diatas. Dimana tekanan maksimum katup ini adalah sekitar 10% lebih besar dari
beban yang harus ditahan. Ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh hydraulic
backpressure, yaitu tekanan yang terjadi pada saluran balik dikarenakan adanya
gaya beban pada piston rod. Piston rod akan bergerak kebawah apabila bagian A
dari piston diberikan tekanan fluida. Kecepatan gerak turun diatur oleh flow
control valve 3. Check valve yang dipasang secara paralel dengan control valve
ini memungkinkan gerakan piston kembali dengan cepat.
8. Sistem hidrolik dengan pengatur tekanan yang berbeda
pada dua buah silinder dalam gerakan
maju dan mundur.
Yang
dimaksudkan dengan judul diatas adalah pengaturan gerak dari dua buah silinder
(actuator) yang berbeda waktu gerak maju dan mundurnya. Dalam gerakan maju,
actuator kedua tidak akan maju sebelum actuator pertama selesai menempuh
seluruh lintasannya. Demikian pula gerakan kembalinya, sekali lagi, actuator
kedua tidak akan bergerak kembali sebelum actuator pertama kembali sepenuhnya
pada posisi semula.
Contoh
yang paling tepat untuk rangkaian ini adalah proses chucking dan proses boring.
Sistem ini dipakai untuk meyakinkan bahwa benda kerja betul-betul dipegang oleh
chuck sebelum proses pengeboran dilakukan.
Katup pengatur disini yang dipakai adalah dari jenis 4/2
dengan sistem operasi pedal. Kedudukan awal kedua actuator (untuk chucking dan
boring) adalah pada kedudukan piston rod didalam silinder (inside position).
Apabila katup pengatur dipindahkan posisinya (dengan menginjak pedal pengatur)
maka port P akan berhubungan dengan port B sedangkan port A akan langsung
dihubungkan dengan tanki (port T).
Minyak akan mengalir langsung kedalam silinder untuk
chucking melalui katup pengatur tekanan 2. Piston rod untuk chucking bergerak
keluar. Saluran yang menuju silinder untuk boring ditahan oleh katup pengatur
tekanan 3.
Apabila rod untuk chucking telah mencapai posisi ackir,
maka tekanan didalam saluran akan naik (tekanan didalam chucking silinder
diatur oleh katup pengatur tekanan 2). Tekanan didalam sistem, (dari pompa ke
pengatur tekanan) akan naik terus sampai pada tekanan yang diatur pada katup
pengatur tekanan 3. Apabila tekanan telah mencapai tekanan katup 3 ini maka
katup pengatur tekanan 3 ini akan terbuka, yang selanjutnya akan menggerakkan
rod didalam boring silinder. Kecepatan gerak rod ini diatur oleh katup 5 (flow
control valve).
Gambar 8. Pencekaman dan pengeboran sistem hidrolik
Untuk gerak kembali, urutan kerjanya harus sebaliknya.
Chucking silinder tidak bisa melepaskan benda kerjanya sebelum rod pada boring
kembali ke posisi semula (piston rod masuk didalam silinder). Dengan melepaskan
pedal pengatur maka katup pengatur 1 akan kembali pada kedudukannya yang
semula, dan awal gerakan kembali akan dimulai. Minyak akan segera mencapai
silinder untuk boring dimana hubungan dengan silinder chucking terisolir oleh
katup pengatur tekanan 4.
Saat rod pada boring silinder selesai melakukan
perjalanannya, maka tekanan sistem akan naik. Apabila tekan sistem mencapai
tekanan yang telah diatur pada katup pengatur tekanan 4 maka katup akan membuka
hubungannya dengan silinder chucking, dan rod pada silinder chucking akan
kembali pada posisi masuk.
Didalam sistem ini, pompa yang dibutuhkan adalah pompa
dari jenis "self priming pressure compensated dengan variable
stroke", dimana tekanan maksimum operasi diatur dari pompa ini.
9. Sistem hidrolik mesin press dengan memanfaatkan
Prefill Valve dan Fast Forward Cylinder.
Mesin-mesin
press biasanya membutuhkan gaya yang besar, oleh sebab itu pada umumnya yang
dibutuhkan adalah silinder-silinder dengan volume yang besar. Dalam hal ini
Prefill valve dipakai untuk menghindari pemakaian pompa berukuran besar yang
sangat mahal harganya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa "Prefill Valve"
ini adalah sejenis pilot operated valve berukuran besar.
Cara kerjanya adalah sbb:
Pertama-tama posisi lengan press berada diatas. Gerakan
lengan press akan kebawah apabila katup pengatur 4/3 (no.6) bekerja pada
kedudukan panah bersilang, dimana tekanan minyak akan menggerakan kedua
silinder no.1 (fast forward cylinder). Fluida minyak yang dibutuhkan untuk
mengisi silinder yang besar didapatkan dari tanki 3 melalui pilot operated
check valve 4.
Sesudah lengan press menyentuh benda kerja, maka gaya
reaksi pada rod silinder akan bertambah besar dan tekanan didalam sistem akan
naik. Katup pengatur tekanan 5 akan membuka dan fluida dari katup pengatur akan
masuk kedalam silinder press yang besar. Pada kondisi ini ketiga luasan piston
akan mendapatkan tekanan maksimum. Prefill valve akan tetap tertahan pada
kondisi menutup terhadap tanki reservoir atas.
Pada gerakan kembali (keatas), piston pada silinder yang
besar tidak akan bertekanan (bagian A). Pada saat itu juga, port x pada prefill
valve akan bertekanan (karena dihubungkan dengan saluran tekanan balik), dan
katup pada preffil valve akan membuka, sehingga minyak dapat dialirkan kembali
ke tanki 3.
10.
Sistem hidrolik untuk keseimbangan beberapa silinder hidrolik
Sistem
yang dipakai ini disebut dengan "Bowden Cable". Sistem ini sangat
baik dan sangat membantu, sekalipun sistem ini cukup mahal.
Dua
buah silinder (seperti dalam contoh gambar dibawah ini), yang mempunyai ukuran
yang sama dengan tambahan piston rod pada sisinya yang lain, dipasangkan secara
seri. Oleh sebab itu gerakan kedua silinder ini akan sama, kalau silinder
pertama bergerak kebawah maka silinder kedua akan bergerak kebawah pula,
demikian pula sebaliknya. Yang menjadi masalah untuk sistem hubungan seri ini
adalah, kalau terjadi sedikit kebocoran maka salah satu silinder tidak akan
bekerja/bergerak sampai pada akhir geraknya. Untuk mengatasi akibat/pengaruh
yang tidak bisa dihindari ini, dibuatlah sebuah sistem yang tertera pada
diagram diatas. Yaitu sistem "Bowden Cable" untuk mengatasi kebocoran
dengan melakukan penambahan oli bertekanan melalui suatu katup pengatur
tambahan (katup pengatur 4/3, no.2). Ada dua kemungkinan terjadinya perbedaan
gerakan dari kedua piston.
a.
Apabila piston pada silinder kiri bergerak keatas karena katup pengontrol 1
diletakkan pada kedudukan kiri, maka silinder sebelah kanan akan bergerak
keatas. Diharapkan kedua silinder ini akan sama-sama mencapai puncak silinder
masing-masing. Apabila piston kiri telah mencapai akhir gerakkannya (dan
menyentuh limit switch 3 bagian atas), sedangkan piston kanan belum mencapai
puncaknya, maka ini berarti ada kekurangan fluida diantara kedua silinder.
Solenoid
a pada katup pengatur 2 akan bekerja, dan memberikan tambahan fluida oli
bertekanan kedalam saluran diantara kedua silinder. Solenoid ini akan
mengakhiri kerjanya (mengembalikan posisi katup pengatur 2 pada posisi netral),
setelah piston rod sebelah kanan menyentuh limit switch 4 bagian atas. Apabila
gerakan kedua piston selalu sama sampai pada akhir lintasannya, maka katup pengatur
2 tidak diaktifkan sama sekali.
b.
Apabila piston pada silinder kanan bergerak kebawah karena katup pengontrol 1
diletakkan pada kedudukan kanan, maka silinder sebelah kiripun akan bergerak
kebawah. Diharapkan kedua silinder ini akan sama-sama mencapai dasar silinder
masing-masing. Apabila piston kiri telah mencapai akhir gerakkannya (dan
menyentuh limit switch 3 bagian bawah), sedangkan piston kanan belum mencapai
akhir gerakkannya, maka ini berarti ada kelebihan fluida diantara kedua
silinder.
Solenoid
b pada katup pengatur 2 akan bekerja, dan akan membuka check valve 5, sehingga
kelebihan fluida diantara kedua silinder bisa dialirkan kembali kedalam tanki.
Solenoid b ini akan mengakhiri kerjanya (mengembalikan posisi katup pengatur 2
pada posisi netral), setelah piston rod kanan menyentuh limit switch 4 bagian
bawah. Bila gerakan kedua piston selalu sama sampai pada akhir lintasannya,
maka katup pengatur 2 tidak aktif lagi.
11. Kontrol sinkronisasi berdasarkan pada tekanan minyak
kembali
Rangkaian
hidrolik yang disajikan berikut ini adalah sebuah kontrol sinkronisasi untuk
sebuah mesin bending yang menggunakan 3 buah roll.
Sebagai
contoh, dua buah roll silinder (lihat diagram) bisa diatur kearah horisontal,
sedangkan roll silinder yang atas bisa digerakkan kearah vertikal. Dengan
sistem ini, sinkronisasi (keseimbangan) akan didapatkan dengan melepaskan
fluida kembali ke tanki reservoir dari silinder yang sedang dalam kondisi
aktif. Dalam rangkaian ini silinder 12 dan 13 masing-masing dilayani oleh
sebuah pompa (pompa 1 dan pompa 2), sehingga masing-masing mendapatkan
pemasukkan minyak bertekanan dari sumber yang berbeda. Masing-masing silinder
tidak bisa mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Pelepasan fluida kembali dilakukan melalui katup pengatur
14.
Pada operasi normal, katup pengatur harus mengatur
perbedaan yang terjadi karena:
1. perbedaan aliran dari
kedua pompa
2. adanya kebocoran pada masing-masing rangkaian
3. adanya perbedaan
kelonggaran pada bantalan
Arah gerakan dari silinder diatur oleh katup pengatur 8
dan 9, Katup pengatur tekanan 10 dan 11 dipakai sebagai backpressure valve,
untuk menahan turunnya piston rod karena beratnya sendiri.
Ketepatan penyeimbangan (sinkronisasi) tergantung pada
kepekaan menentukan kesalahan (error diagnosis). Kalau kita perhatikan diagram,
maka terlihat bahwa lengan 15 akan dipakai untuk mengatur katup 14. Gerakan
lengan 15 ini dihubungkan dengan peralatan sinkronisasi 16 (yang terdiri dari
sebuah rantai atau sebuah pita baja) yang diatur kerjanya dan dihubungkan
sedemikian rupa dengan roller, seperti terlihat pada gambar rangkaian hidrolik.
Apabila salah satu silinder masih tetap bergerak maju
(dimana seharusnya silinder ini sudah berhenti bergerak pada kedudukan
tertentu), maka peralatan sinkronisasi 16 akan bergerak sesuai dengan gerakan
yang dilakukan oleh silinder. Gerakan ini mempengaruhi lengan 15 yang pada
akhirnya akan mengaktifkan katup pengatur sinkronisasi 14, sehingga saluran
minyak bertekanan yang masih mempengaruhi gerakan silinder maju akan
dihubungkan langsung dengan tanki dan gerakan silinder maju akan terhenti
bahkan cenderung akan kembali pada kedudukan normal.
Kembalinya
keposisi normal ini bisa disebabkan karena tekanan balik silinder itu sendiri
atau karena pengaruh sinkronisasi dari silinder yang lainnya (tergantung pada
lengan 15 yang akan mempengaruhi kerja katup 14).
Misalnya, piston rod sebelah kanan bergerak terus maju
(arah keluar silinder), maka peralatan 16 akan mengangkat lengan 15 dan menekan
katup pengatur 14 pada posisi B berhubungan dengan P.
Pengaturan sinkronisasi ini bekerja untuk dua arah.
Kerja alat ini akan lebih baik apabila pengatur kerjanya diatur dengan sistem
rangkaian listrik (dengan memanfaatkan limit switch sebagai sensor sentuhnya).
Demikian pula untuk pengaturan katup 8 dan 9 sebaiknya dipakai sistem pengatur
listrik.
12. Fork Lift Control
Rangkaian
yang disajikan adalah berupa control block (ini terlihat dari batas block
berupa garis dashdot).
Block ini terdiri dari 3 katup pengatur yang dipasang
parallel.
Katup pengatur 1 adalah untuk silnder yang mengangkat
carrier.
Katup pengatur 2 adalah untuk tilting (memiringkan
bagian pengangkat). Sedangkan katup pengatur 3 adalah untuk penggerak penjepit
carrier.
Apabila katup pengatur (6 way valves) pada posisi
netral, maka aliran akan melintasi ketiga katup pengatur ini tanpa tekanan
(dimana P dihubungkan langsung ke tanki T).
Sebuah pembagi aliran (no. 5) dipasangkan pada saluran
P. Alat ini membagikan aliran fluida ke katup pengatur 2 dan 3 terpisah dari
katup pengatur 1.
Gambar 13. Kontrol sinkronisasi berdasarkan pada tekanan minyak
kembali
Cara ini dipakai untuk memisahkan aliran fluida antara 1
dengan 2 dan 3. Sebagai contoh misalkan katup pengatur 2 hanya membutuhkan
kecepatan rendah sedangkan katup pengatur 1 tetap membutuhkan kecepatan tinggi,
maka dengan adanya pembagi aliran ini masing-masing bisa bekerja dengan
kecepatannya masing-masing. Sistem ini biasanya dipakai untuk rangkaian
hidrolik yang mempunyai pompa yang berkemampuan sangat terbatas.
Pembagi tekanan ini menjamin aliran fluida tidak
mengganggu katup pengatur satu dengan yang lainnya.
Gambar 13. Fork Lift Control
10. Katup Pengatur Arah
(Directional Control Valve)
Katup
pengatur arah adalah peralatan yang banyak dipakai pada sebuah peralatan yang
melibatkan sebuah rangkaian hidrolik. Katup pengatur arah ini adalah salah satu
peralatan yang minimum harus ada pada sebuah rangkaian hidrolik. Sebuah
rangkaian hidrolik sederhana sudah dapat dipastikan akan mempunyai sebuah katup
pengatur arah, karena peralatan ini mutlak dibutuhkan untuk suatu rangkaian
hidrolik. Sebagai gambaran sebuah rangkaian hidrolik sederhana minimal antara
lain harus mempunyai peralatan, pompa hidrolik, tanki reservoir, simple check
valve, katup pelepas tekanan (pressure relieve valve), katup
pengatur arah dan sebuah silinder hidrolik (actuator). Bagian-bagian
yang telah disebutkan ini dapat dilihat pada diagram rangkaian hidrolik pada
gambar 2.1. yaitu diagam rangkaian hidrolik sederhana.
Gambar 15. Lambang katup pengatur arah 4/3, sistem manual
Katup pengatur arah ada bermacam-macam jenis dan
bentuknya dimana jenis dan bentuk ini akan keperluan pada pemakaiannya. Sebagai
contoh sebuah katup pengatur arah jenis 4/3 (4/3 Directional Control Valve),
katup ini mempunyai 4 saluran penghu-bung yaitu port A yang akan dihubungkan
dengan saluran bagian depan silinder hidrolik, port B yang akan dihubungkan
dengan bagian belakang silinder hidrolik, port P yang akan dihubungkan langsung
dengan pompa hidrolik dan port T yang dihubungkan dengan tanki reservoir. Katup
ini mempunyai 3 macam posisi arahan, yaitu posisi arah kiri, posisi arah kanan
dan posisi netral. Gambar 2.14. menunjukkan gambar sebuah katup pemgatur arah
4/3 (4 saluran penghubung dan 3 posisi arahan) yang dioperasikan secara manual,
sedangkan Gambar 2.15. adalah lambang dari peralatan tersebut.
Telah disebutkan diatas bahwa ada beberapa jenis dan
bentuk katup pengatur arah antara lain adalah katup jenis 4/2, 3/2, 6/3 dan
tentunya sistem pengoperasiannya yang antara lain adalah sistem manual, sistem
pedal dan sistem elektromagnetik atau solenoid.
2.3. Dasar Teori yang digunakan.
Untuk
menelaah lebih lanjut tentang beberapa gejala yang berhubungan dengan pengujian
yang dilakukan, maka berikut ini adalah teori-teori yang dipergunakan.
Directional control valve
adalah perlengkapan suatu sistem hidrolik yang akan mengatur arah gerakan suatu
silinder hidrolik. Gerakan silinder akan dapat difungsikan optimal apabila
semua faktor yang berhubungan dengan desain sistem hidrolik ini diperhitungkan
dengan setepat mungkin. Karena tugas directional control valve ini
adalah untuk mengatur gerakan silinder hidrolik, maka apa yang terjadi didalam
katup ini harus diketahui sedalam mungkin. Salah satu faktor yang mempengaruhi
aliran fluida didalam katup ini ialah koefisien hambatan λ. Koefisien hambatan
λ ini yang akan mempengaruhi kerugian energi aliran yang melalui katup
tersebut. Hubungan antara koefisien hambatan dan kerugian energi aliran dapat
ditunjukkan dalam rumus kerugian minor berikut ini:
|
Untuk
silinder hidrolik kriteria utama pada pemilihan silinder hidrolik didasarkan
pada:
- Gaya
yang dihasilkan (N), berkaitan dengan luas penampang torak (m2) dan tekanan yang bergerak (Pa).
-
Kecepatan Langkah torak, berkaitan dengan volume silinder dan aliran
rata-rata fluida yang masuk silinder.
-
Stabilitas mekanik silinder, berkaitan dengan momen tekuk gaya
pembebanan.
Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
F
= P . A
dimana:
F
= Gaya yang dihasilkan
P
= Tekanan kerja
A
= Luasan penampang torak
Apabila kerugian akibat gesekan dimasukkan pada sistem
hidrolik maka:
|
dimana
: Aef = luas penampang efektif
ηhm = efisiensi (%)
Katup
pengatur tekanan (pressure relief valve) adalah perlengkapan untuk mengatur
start, stop dan arah aliran fluida didalam sistem hidrolik. Tugas yang lain
katup pengatur tekanan ini adalah mengatur tekanan perantara yang dibawa dari
pompa atau dari bejana akumulator.
Katup pengatur tekanan ini termasuk dalam jenis katup
pengatur tekanan yaitu bagian utama yang mempengaruhi tekanan atau diatur oleh
tekanan. Tujuan dari pengaturan ini adalah agar tekanan didalam sistem tidak
melebihi tekanan yang diijinkan.
Didalam
katup pengatur tekanan ini fluida bertekanan mengalir ke dalam pengatur tekanan
dan bekerja tergantung pada diafragma. Pegas yang memberikan gaya tekan dapat
diperbesar atau diperkecil melalui pengaturan baut pengatur yang terdapat pada
sisi luar diafragma. Apabila fluida bertekanan dipakai pada saluran keluar maka
gaya tekan akan bekerja menurut diafragma yang mengecil. Dengan demikian pegas
tekan dapat mendorong tangkai katup ke atas. Fluida bertekanan dapat mengalir
melalui penampang lintang yang keluar dari pengatur tekanan.
2.4. Energi pergerakan fluida dalam pipa
Dari
persamaan momentum untuk pergerakan fluida dalam integrasi volume kendali (control
volume), maka persamaan volume kendali untuk konservasi massa adalah sbb:
|
dimana
: e = u + (V2/2) + gz
Ws = 0, Wshear = 0, Wother
= 0.
sehingga persamaan energy menjadi :
|
2.4.1. Koefisien Energi Kinetik
Koefisien energi kinetik didefinisikan sebagai α :
|
2.4.2. Head Loss
Head Loss yang didefinisikan sebagai hlt
adalah sbb:
|
2.4.3. Perhitungan Head Loss
Head Loss total adalah penjumlahan dari major losses hl
yaitu kerugian karena gesekan dan minor losses hlm, yaitu kerugian
karena adanya sambungan, perubahan penampang, adanya katup dsb. Oleh sebab itu
mayor losses dan minor losses akan dihitung atau dipertimbangkan secara
terpisah.
Major Losses (Friction Loss)
adalah sbb:
|
Sedangkan Minor Losses adalah :
|
dimana koefisien kerugian λ, hanya akan didapatkan
secara percobaan untuk setiap kondisi.
Sebagai contoh minor head loss adalah sbb:
|
Le
= panjang pipa lurus
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
1. Baumeister, Mark's Standard Handbook for Mechanical
Engineering, Mc Graw Hill
Book
Company, New York, 1967.
2. Carmichael, Colin, Ken't Mechanical Engineering's
Handbook, John Willey & Sons
Inc,
London, 1961.
3. Khana, SK, Highway Engineering, Nem Chand and Bross
Roorke, 1980.
4. Patient, Peter, Pengantar Ilmu Teknik Pneumatika,
Gramedia, Jakarta, 1985.
5. SAE Handbook Vol.2, Parts and Componenets, Society of
Automotive Engineers
Inc.,
Warrendale, 1985.
6. Sugihartono, Drs, Dasar-dasar Kontrol Pneumatik,
Tarsito, Bandung, 1985.
7. Sugihartono, Drs, Sistem Kontrol dan Pesawat Tenaga
Hidrolik, Tarito, Bandung,
1985.
0 komentar:
Post a Comment